BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama
adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi Manusia tanpa manusia agama bukan berarti
apa-apa, karena Agama memang ditujukan bagi manusia. Pengertian
Agama berasal dari bahasa sansekerta. Menurut pengertian umat hindu penganut
mazhab siwa, kata agama yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia sebagai
istilah kerohanian, berasal dari kata Gam yang berarti pergi, Gam diberi awalan
“A” yang berarti Agam berarti kebalikan dari pergi yang artinya datang, dan
diberi akhiran “A” menjadi agama dengan arti kedatangan.
Agama
sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam
kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia, sangatlah
membutuhkan agama. Dan sangatlah dibutuhkannya agama oleh manusia, tidak saja
di masa primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi juga di
zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah sedemikian maju. Dimensi
Agama yang telah dikonsepsikan manusia adalah: adanya kepercayaan kepada Sang
Pencipta, Adanya wahyu asli, dogma teologi, yakin tentang adanya supranatural,
adanya proses evolusi.
Dalam setiap diri manusia
pasti mempunyai rasa keyakinan (agama) akan suatu hal atau beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu
kepercayaan dalam diri individu manusia itu sendiri. Dengan adanya keyakinan,
manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya sesuatu yang akan
membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus memiliki
pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal
yang di yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk
mengatasinya. Rasa itu adalah gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan
berpikir untuk memohon bantuan kepada yang dianggapnya dan diyakini bisa
membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia akan meminta
pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana kita
tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun
yng terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki
keyakinan atas adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka
kita tidak boleh ragu akan segala ketentuan-Nya.
Apapun yang terjadi di
dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak berkehendak maka
sesuatu itu tidak akan terjadi. Namun dalam kenyataannnya sekarang manusia
sepertinya telah meragukan adanya kekuasaan sang pencipta. Terlihat dari suatu
ritual yang tidak masuk akal yaitu melakukan ritual tolak bala, dimana
ritual ini bermaksud agar “penjaga” gunung merapi tidak murka terhadap penduduk
( sehingga gunung merapi tidak meletus). Ini terlihat pada kejadian Gunung
merapi di Yogyakarta banyak penduduk yang merasa ketakutan dan kecemasan
sehingga melakukan upacara tolak bala. Kami mengangkat kasus ini dikarenakan
manusia kehilangan arah keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi
keyakinan mereka, tetapi dikarenakan mereka merasa ketakutan dan kecemasan
sehingga mereka menaruh keyakinan pada upacara tolak bala gunung merapi untuk
terhindar dari musibah yang akan terjadi. Agar masyarakat mengetahui bagaimana
yang baik dan buruk tentang keyakinan maka perlu dilakukan pembahasan yang
mengkaji dasar-dasar keyakinan manusia sehingga dapat meluruskan keyakinan yang
seharusnya dijalani oleh masyarakat.
Agama memberikan
penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik
(takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti
naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa
seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh
potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu
mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
Manusia merupakan makhluk
ciptaan Allah SWT, yang diberi keturunan dan kelebihan dari makhluk
lainnya.Manusia diberi kelebihan akal untuk berfikir dalam kehidupannya, pada
hakikatnya akal itu dijadikan agar manusia dapat mengembangkan pola pikir untuk
memilah dan memilih yang baikd antara lain benar.Dan pada dasarnya manusia diciptakan
untuk beribadah kepada penciptanya yaitu Allah SWT.Dan kepercayaannya itu
dimuat melalui perantara agama sebagai jebatan manusia beribadah. Melalui agama
islam sebagai agama yang sempurna banyak sekali kaidah yang didapatkan manusia
untuk sebagai acuan sebuah kepercayaan pada sang khalik, yang dijadikan dan
diyakini agar manusia selamat dunia dan akhirat.
Salam itu dalam islam diajarkan pula tentang
hubungan manusia dengan manusia dalam pola kehidupan sosial bermasyarakat yang
diatur sedemikian rupa hingga manusia dapat hidup berdampingan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:
1. Apa
yang dimaksud dengan keyakinan dan kepercayaan?
2. Bagaimana cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-Nya)?
3. Apa saja faktor-faktor pembentuk kepercayaan?
4. Mengapa keyakinan perlu diwujudkan dalam kehidupan manusia?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas
maka penulis dapat merumuskan beberapa tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian keyakinan dan kepercayaan.
2. Untuk mengetahui cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya.
3. Untuk mengetahui contoh keyakinan dalam kehidupan.
4. Untuk mengetahui macam-macam keyakinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manusia.
Menurut Narwoko, Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo
sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan
konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya,
organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan. Penggolongan manusia yang
paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Manusia adalah mahluk yang
luar biasa kompleks, dimana merupakan paduan antara mahluk material dan mahluk
spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu
mengaktivisasikan dirinya.[1]
B.
Keyakinan.
Menurut
kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “Keyakinan” adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan
menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak
selalu benar -- atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada
suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya,
belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru.[2]
Keyakinan
adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat
melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang.
Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Keyakinan yang menjadi dasar pandangan hidup manusia adalah sebuah
pemikiran yang mendasar dan mendalam terhadap suatu hal yang kemudian di anut
untuk menjadi pedoman hidup mereka. Keyakinan itu sendiri berasal dari akal atau
kekuasaan tuhan. Sebuah akal
yang berfikir tentang pedoman yang di anut merupakan pemberian Allah yang
kemudian di implementasikan di kehidupan nyata. Keyakinan / kepercayaan itu
sendiri nantinya akan membentuk sebuah filsafat.
Menurut Prof.
Dr. Harun Nasution ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran Naturalisme, aliran
Intelektualisme, dan aliran Gabungan (Naturalisme dan Intelektualisme).Aliran
Naturalisme adalah hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang
merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Aliran
Intelektualisme adalah dasar aliran ini adalah logika / akal.Manusia
mengutamakan akal.Dengan akal manusia berpikir.Aliran Gabungan adalah dasar
aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal.kekuatan gaib Minya kekuatan yang
berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan.
Contoh
keyakinan, pada suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat
tata surya, belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru. Jadi, Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa
cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan
non-fisik yang bersifat potensial.Dimensi non-fisik ini terdiri atas berbagai
domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran
(ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah
kesadaran manusia akan kepatutan(sense of ethic), keindahan (sense
of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah
perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan keyakinan akan adanya sesuatu
yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang menentukan segala nasib yang
ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya Tuhan atau sesuatu
yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh
manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1.
Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya
Tuhan melalui kajian terhadap fenomena alam semesta.
2.
Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya
Tuhan melalui kesadaran batiniah dirinya.
3.
Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan
didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan
suatu kecenderungan pada manusia untuk berhubungan dengan-Nya dan kerinduan
untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya. Oleh karena itu, manusia
membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan kerinduan ini.Dalam hal
ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk kepentingan ini.
Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia secara
individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui
proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun
demikian, ada juga segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan
menolak segala ajaran agama dan menafikan adanya Tuhan.
1. Macam-macam Keyakinan (agama) yang Diyakini Oleh Manusia
Secara garis besar agama dibedakan menjadi dua, yaitu ;
1.
Agama Samawi atau Arrat
yang kita kenal sebagai agama TUHAN, agama ini diberikan oleh tuhan kepada
hamba-NYA yang disampaikan melalui sang pembawa pesan “wahyu” yang kita kenal
dengan sebutan ”MALALIKAT” kepada utusannya atau yang dikatakan sebagai RASUL.
2.
Agama Kebudayaan atau
Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat oleh kita “manusia”
melalui cipta, karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan sama, yaitu
pengakuan dan kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal pengatur
semesta raya ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup
dan olah bathin si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada
generasi- generasi berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama
itu baik dan dengan tujuan yang baik pula, yaitu penyerahan diri atas keagungan
sang tunggal sebagai radja diatas segala radja penguasa alam semesta yang
menguasai semesta beserta ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep
dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas sebuah Hak yang Khalik yang
diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta isinya lengkap dengan kita
“manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir suatu
dogma – dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus dilahirkan
tentang sebuah agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan dalam
beragama, seperti adanya hari akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu semua
manusia dikumpulkan dalam satu titik untuk mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik yang digambarkan dengan alam
kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya makna tentang teori sebab
dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna sebuah kesucian dan
ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep ketuhanan.
Keterbatasan yaang
dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca indera untuk menjangkau
hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan inilah yang akhirnya harus
mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan ghaib serta unsur magis yang
mempengaruhinya. Sebagai contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka
penduduk yang tinggal disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya
kesejahteraan sedang murka atau marah pada penduduk sekitar sehingga
dilakukannya persembahan kepada gunung tersebut dengan tujuan gunung tersebut
setelah dikramatkan atau disucikan akan memberi berkah kepada penduduk yang
tinggan disekitarnya. Atau bahkan pada laut, pohon tua yang besar dan lain sebagainya.
Pada dasarnya hal tersebut dilakukan karena apa yang dialami penduduk sekita
gunung memiliki keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang memadai
untuk meneliti faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini
dengan adanya teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya
letusan gunung dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan
meletus. Tetapi hal yang sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan
sejak lama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kita kini. Karena
dengan adanya teknologi yang canggih pun tetap tidak dapat mengidentifikasi
adanya unsur ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep tuhan. Yah lagi –
lagi karena keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena Tuhan
tidak ingin ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang
digulirkan pada hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki
kita “partikel kecil yang mewarnai semesta” inilah yang mendorong lahirnya
sebuah keyakinan hingga kini lengkap dengan doktrin serta aturan main atas
tauhidiyah, moralitas atau hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak
pernah kita ketahui atau mungkin dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut
dengan keikhlasan dan kepasrahan tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut –
sebut dalam sebuah mimbar diskusi keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap
ke-Esa-an Tuhan dengan dasar agar memperoleh keselamatan dalam hidup,
penyerahan diri atas kelemahan yang kita miliki, menjaga keseimbangan antara
nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi tersendiri serta adanya hukum sebab –
akibat yang selalu didendangkan oleh para pendahulu dan orang tua kita bahkan
mungkin oleh kita nanti pada anak – cucu kita secara tidak langsung kita pun
telah menelurkan konsep sebuah keyakinan lengkap dengan doktrin dan dogma yang
kita anut dengan tujuan agar anak – cucu kita mengikuti jejak derap langkah
kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya sebuah paksaan dan dengan keikhlasan
yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah pertanyaan kecil yang dapat mengelitik
tenlinga orang tua dari seorang anak mengapa kita harus menganut sebuah agama A
atau agama B. Karena manusia memiliki nalar yang terasah secara alami tentang
konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu jika kita bertanya hal seperti itu
nanti dapat membuat murka orang tua dan berdosa.
a.
Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di
permukaan bumi, ada beberapa agama yang dianggap besar karena banyak
penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama Kristen, Agama
Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu, Agama
Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada
yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial).
Yang bersifat kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras
tertentu dan bangsa penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya
saja, sedangkan bangsa atau ras lain tidak harus menjadi pengikut dan
penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi dan Hindu bagi bangsa India atau
Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang. Sedangkan agama mondial
adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh bangsa.Oleh karena itu,
ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia.Agama sejenis ini
disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.
b.
Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum ayat 30 :
Artinya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara
lurus pada ajaran agama ini (Islam).Agama yang selaras dengan fitrah manusia
yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Ar-Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang
berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat manusia dengan wahyu melalui
perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang datang dari Tuhan yang
menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan fitrah
kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak
kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang
masih bersifat potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih
perlu dikembangkan dan diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan
dengan dimensi fisik atau non fisik, yaitu akal, nafsu, perasaan dan
kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam
dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa ajaran Islam selalu mewadahi dan
mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang dibawa oleh sifat dari setiap
unsur fitrah tersebut.Hal ini karena setiap unsur dari fitrah memiliki karakter
dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau netral).Oleh
karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif
bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi
yang dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam,
fitrah kemanusiaan akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau
yang lainnya, baik kebaikan personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk
berfikir sangat penting dan menentukan bagi hidup manusia tetapi dalam
mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki kecenderungan malas dan kurang
minat.Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia agar mau berfikir dan
mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga terus hidup dan terus
bekerja.Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak
terkendali.Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada
manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa nafsu hidup manusia akan
statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi membawa manusia pada
akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan.Oleh karena itu, ajaran
Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan dalam
batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.
2.
Cara-cara Manusia
Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-nya)
Menurut Syekh abdul
wahhab asy-sya’roni terdapat
empat cara-cara manusia meyakini dan merealisasikan suatu perintah dari
Penciptanya sebagai berikut:
1.
Sembah Raga
Sembah raga ialah
menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal perbuatan
yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu
dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima
kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus
menerus Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan
perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon
pelaku atau penempuh perjalanan hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal
kehidupan bertapa,Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air,
Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam lima kali. Atau dengan
kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah ditetapkan waktu-waktunya
lima kali dalam sehari semalam. Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan
terus-menerus tiada henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi
segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib dipedomani (wataking wawaton).
Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan
rukun, maka sembah itu tidak sah. Sembah raga tersebut, meskipun lebih
menekankan gerak laku badaniah, namun bukan berarti mengabaikan aspek rohaniah,
sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan seperangkat fisiknya, ia
juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap
kerohanian yang lebih tinggi.
2.
Sembah Cipta (Kalbu)
Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut
sembah kalbu, Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau
keinginan yang tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka sembah cipta
di sini mengandung arti sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan
atau angan-angan.
Apabila sembah raga
menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah,
maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga kalbu
/ hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat.
Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua,
membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga,
membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat,
membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah
taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
Jika thaharah yang
pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk lahiriah berupa
hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan
oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran
yang kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan
menjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa. Thaharah yang ketiga dan
keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati dari budi
jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.
3.
Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah
kepada Hyang Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta
(kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam
dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara
menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara
terus-menerus, sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting, ini
disebut pokok tujuan atau akhir perjalanan suluk, Inilah akhir perjalann hidup
batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada sembah raga dengn air wudlu atau
mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukkan hawa nafsu,
tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada keadaan alam
baka/langgeng), alam Ilahi. Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu,
ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong
amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi
tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah
dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari
pengaruh jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama.
Sedangkan sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir
kepada Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.
Pelaksanaan sembah
jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan segenap aspek
jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak
dicapai tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian
triloka (alam semesta) tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan
jagad kecil digulungkan disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar
gemerlapan. Maka untuk menghadapi keadaan yang menggumkan itu, hendaklah
perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan terpengaruh apa yang terjadi.
4.
Sembah Rasa
Sembah rasa ini berlainan
dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada rasa cemas. Sembah
yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari kehidupan
makhluk semesta alam, Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan
alat batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti
menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti
menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang
belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus ( lubuk hai
yang paling dalam/ inti ruh yang paling halus ). Karena didalam diri
manusia terdapat tiga buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti
ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan urutan
kedalaman dan kehalusannya. Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan
petunjuk dan bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus
dilakukan salik sendiri dengan kekuatan batinnya. Apabila sembah jiwa dipandang
sebagai sembah pada proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk
(pepuntoning laku), maka sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan dalam
perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir
suluk. Dengan kata lain, seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di
sinilah akhir perjalanan suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik masih
tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan
sampai selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang
keempat, maka selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa..
Pada tingkatan ini,
seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-petunjuk
gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh
karena itu, ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan
mempergunakan aspek-aspek batiniahnya sendiri. Di sini, dituntut kemandirian,
keberanian dan keteguhan hati seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang
lain. Kejernihan batinlah yang menjadi modal utama. Sembah ini sungguh
sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata, tidak dapat pula
dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus merampungkannya
sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang mendalam
untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju
kesempurnaan dan kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri.[3]
C.
Kepercayaan.
Kepercayaan
adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan
dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain,
cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan
persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena
teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun.
Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak
masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau
pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Menurut Barnes Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan
apa yang diinginkan pada mitra pertukaran kepercayaan melibatkan kesediaan
seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan
memberikan apa yang ia harapkan dan suatu harapan umumnya dimiliki seseorang
bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat dipercaya.[4]
Menurut
Prof. Dr. Harun Nasution Proses seseorang untuk mencapai tahapan kepercayaan
ada 5 :
1.
Mengenal.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah yang salah.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah yang salah.
2.
Mengerti
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya, kita harus mengerti.
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya, kita harus mengerti.
3.
Menghayati
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
4.
Meyakini
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
5.
Mengabdi
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.
1.
Jenis – Jenis Kepercayaan
Terdapat
tiga jenis kepercayaan menurut Mowen, yaitu :
a.
Kepercayaan Atribut Objek
Pengetahuan
tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut
objek. Kepercayaan atribut objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek,
seperti seseorang, barang atau jasa, melalui kepercayaan atribut objek,
konsumen menyatakan apa yang diketahui tentang sesuatu hal variasi atributnya.
b.
Kepercayaan Manfaat Atribut
Seseorang
mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah dan memenuhi
kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat
yang dapat dikenal. Hubungan antara atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis
kepercayaan kedua.Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang
seberapa jauh atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu.
c.
Kepercayaan Manfaat Objek
Jenis
kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya.
Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh
produk, orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
2.
Faktor – Faktor Pembentuk Kepercayaan
Pendekatan
yang juga perlu dilakukan untuk membentuk kepercayaan dan hubungan adalah
dengan mendengarkan, yang merupakan kunci membangun kepercayaan karena tiga
faktor penting :
1.
Manusia lebih cenderung mempercayai seseorang
yang menunjukkan rasa hormat dan apa yang dikatakannya.
2.
Manusia cenderung lebih mempercayai seseorang
bila seseorang mendengarkan dan membantu masalah-masalahnya.
3.
Semakin banyak manusia memberitahu maksudnya,
semakin besar rasa kepercayaannya.
D. Perbedaan Antara Keyakinan dan Kepercayaan
Keyakinan
adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka
dapat melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada
seseorang. Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan
majikan.
Ketika ditanya
ia menjawab “Saya memiliki keyakinan dalam dirinya.” Ini menyoroti bahwa majikan percaya bahwa karyawan memiliki
potensi dan diperlukan keterampilan ditetapkan untuk melakukan tugas tersebut.
Jika dia menjawab dengan ‘Karena aku percaya padanya’, ini menunjukkan sesuatu
yang lain. Saat ia menjawab dengan keyakinan kata, itu juga menunjukkan bahwa
kinerja masa lalu telah mempengaruhi keputusannya. Hal ini memungkinkan
seseorang untuk mengidentifikasi keyakinan yang dibangun di atas
pengalaman.Keyakinan adalah kualitas yang sangat penting terutama dalam
lingkungan kerja. Sebagai contoh, jika seorang pemimpin tidak memiliki
keyakinan pada pengikutnya maka sangat tidak mungkin bahwa para pengikut akan
termotivasi untuk mengikuti pemimpin. Juga, kecuali seseorang memiliki
keyakinan pada orang lain, dia tidak akan menjadi sangat positif hasilnya. Hal
ini akan membawa dia untuk melakukan sebagian besar tugas sendiri. Ketika
seorang pemimpin tidak mendelegasikan otoritas, tetapi menempel pada tugas yang
sangat tanpa memberikan orang lain kesempatan, ini mempengaruhi dinamika
kelompok.
Kepercayaan
adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan
dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain,
cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan
persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena
teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun.
Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak
masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau
pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Perbedaan antara Kepercayaan dan Keyakinan.
1.
Keyakinan
mengacu pada jaminan yang kita miliki pada seseorang.
2.
Kepercayaan
mengacu pada keyakinan bahwa seseorang pada individu lain.
3.
Keyakinan
dibangun di atas pengalaman, tapi kepercayaan tidak.
4.
Seseorang dapat
memiliki dasar alasan untuk mempercayai lain. Lain seseorang secara membabi buta
bisa mempercayai orang lain. Kualitas ini tidak dapat dilihat pada Keyakinan.
E.
Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Manusia
memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan
manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia
lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama
karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui
adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan.
Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Sikap orang
dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuhan akan beragama tertanam
dalam dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku
keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis. Adanya perubahan itu
terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan
mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki
perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Kita
mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan
oleh agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan
kekecewaan pada manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu
juga kita telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi
seluruh tradisi manusia.
Barangkali
kita juga telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita
peluk sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama tersebut.
Dalam menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang
mengharuskan garis batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita
telah dapat memandang agama-agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh
manusia yang hidup, yaitu orang-orang yang juga mempertanyakan berbagai masalah
dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga mencari hidup yang lebih luhur
terhadap agamanya.
Agama
mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup.
Agama merayakan kelahiran, menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan
perkawinan, serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini
menuju kehidupan yang akan datang. Bagi juataan manusia, agama berada dalam
kehidupan mereka pada saat-saat yang paling khusus maupun pada saat-saat yang
paling mengerikan. agama juga memberikan jawaban-jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan kita. Adakah kekuatan tertinggi lain
yang mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kita? Bagaimanakah
kehidupan dimulai? Apa arti semuanya ini? Mengapa orang menderita? Apa yang
terjadi terhadap diri kita apabila kita telah mati?
Mengingat
hal demikian wajarlah jika agama menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia,
karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya
kehidupan yang diinginkan manusia.
F.
Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
Dari
segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan
hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain
seperti yang akan diuraikan di bawah ini :
1.
Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya
manusia
Agama
dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia sentiasanya
memberipenerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia
di dalam dunia.Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui
indra manusia, melainkan sedikitpenerangan daripada falsafah. Contohnya, agama
Islam menerangkan kepada umatnya bahwadunia adalah ciptaan Allah SWT dan setiap
manusia harus menaati Allah(s.w.t). begitu jugauntuk yang beragama lain dengan
kepercayaan kepada Tuhan yg di miliki.
2.
Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu
dijawab oleh manusia
Sebagian
pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang
tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan
setelah mati, tujuan hidup,soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia,
pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya.
Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini.
3.
Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok
manusia
Agama
merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena
sistemagama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan
tingkah laku,pandangan dunia dan nilai yang sama.
4.
Memainkan fungsi peranan sosial
Kebanyakan
agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama
sendirisebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya.
Maka inidikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.
G.
Pentingnya Agama Dalam Kehidupan Manusia
Berikut
ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia.
1.
Karena agama sumber moral.
2.
Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
3.
Karena agama merupakan sumber informasi tentang
masalah metafisika.
4.
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi
manusia, baik di kala suka maupun dikala duka.
Peran
yang paling pertama dan utama dalam hidup dan kehidupan manusia itu tidak lain
adalah agama, dengan kata lain hanya dengan agamalah manusia hidup teratur dan
terkendali juga sebagai penggerak atau pendorong untuk semangat
hidup yang lebih baik didunia ini dan untuk kembali ketempat yang lebih
kekal yaitu diakhirat kelak. Keimanan dan ketaqwaan terhadap ajaran agam adalah
merupakan kunci dan kendali segala pemuas kebutuhan manusia yang tidak ada
batasnya, hal itu merupakan pengawasan interen yang ada pada diri kita sedang
pengawasan ekterennya adalah norma atau aturan. Kenapa hal ini perlu ditegaskan
? karena dalam diri manusia terdapat motivasi (dorongan) untuk pemuas kebutuhan
dasar seperti dikatakan oleh Teori Abraham A Maslow :
1.
Kebutuhan fisik
Misalnya kebutuhan untuk makan, minum dan
bernapas. Untuk kesehatannya manusia perlu asupan makanan dengan gizi yang
sehat dan seimbang, sehat menurut ilmu kesehatan bahwa makanan yang kita makan
adalah makanan yang dibuat, dan disajikan dari bahan dan penyajian yang sehat.
Sedangkan menurut ilmu agama bahwa makanan yang sehat itu selain yang
disebutkan diatas, bahwa makanan atau minuman itu harus baik dan halal. Dasar
hukum tentang makanan yang halal sebagaimana Allah berfirman dalam QS AL-Mu’minun ayat 51:
Artinya :
“
Hai para Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik –baik, dan kerjakanlah
kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS AL-Mu’minun
ayat 51).
Perintah
Allah kepada rasul juga merupakan perintah kepada umatnya bahwa makanan yang
kita makan itu betul-betul dibuat dari bahan yang halal dan baik, baik disini
berarti makanan tersebut bergizi yang dapat menimbulkan kesehatan dan
keadaannya tidak menjijikan. Disamping harus halal dalam ilmu agama (islam)
makanan itu harus baik artinya cara pembuatannya/prosesnya dengan cara yang
baik.
2.
Kebutuhan rasa aman
Artinya
bahwa manusia hidup perlu adanya pelindung sehingga terhindar dari gangguan
atau ancaman darimana pun, sehingga tercipta ketenangan hidup dan keamanan
dalam dirinya.
3.
Kebutuhan integrasi sosial
Sebagai
manusia yang normal pasti berintegrasi dengan manusia yang lainnya baik secara
lagsung maupun tidak langsung akan saling membantu dan saling membutuhkan satu
sama lain jadi artinya tidak ada manusia satupun yang hidup sendiri tanpa
adanya bantuan orang lain.
4.
Kebutuhan harga diri
Manusia
dalam hidupnya perlu adanya harga diri atau kebanggaan diri atau kata lain rasa
ingin dihargai dilingkungannya baik dilingkungan keluaraga, masyarakat ataupun
dilingkungan kerjanya.
5.
Kebutuhan untuk mengembangkan diri
Artinya
bahwa manusia itu dalam hidupnya ada kebutuhan untuk berapresiasi mengembangkan
bakat dan hobinya sehingga menghasilkan karya yang baik dan berguna baik untuk
dirinya maupun untuk orang lain sehingga tejadi kepuasan didalam dirinya.
Kembali kepada pengawasan, diatas telah disebutkan bahwa pengawasan interen
yang ada pada diri kita itu adalah keiman dan ketakwaan yang diajarkan oleh
agama islam.
Keimananpun
bisa tipis dan bisa tebal itu tergantung usaha kita bagaimana supaya selalu
dekat kepada Allah caranya dengan beribadah dan selalu mempelajari ajarannya. Setiap
manusia yang normal tentunya tidak akan terlepas dari lima kebutuhan tersebut
dan selalu berkaitan satu sama lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis,
psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah
sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah),
mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia
itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa
agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan
dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
Keyakinan
adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita,
kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka
dapat melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada
seseorang. Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan
majikan.
Kepercayaan
adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa
orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan
dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain,
cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan
persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena
teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun.
Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak
masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau
pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin
maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut
juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan
pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada
suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung
dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan
beragama.
Agama memberikan
penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik
(takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti
naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa
seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh
potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina,
membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main
judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah
terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu
mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang
dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. seakhir
kata penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi
merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami
sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya
makalah kami selanjutnya yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Al-Quranul dan Terjemahannya, Kementerian Agama Republik Indonesia.
Barnes. 2003. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana .
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.2004 .Sosialogi; Teks
Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Ratna Dwi. 2009. Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia,
PT Prakarya, Bandung.
Syekh
abdul wahhab asy-sya’roni. 2008. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT
ikhtiar, Surabaya.
[1] Narwoko, J.
Dwi dan Suyanto, Bagong.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana.2004, hal 34
[2]
Ratna Dwi, Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia,
PT Prakarya, Bandung, 2009, hal 120
[3] Syekh abdul wahhab
asy-sya’roni. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya,
2008, hal 206
Tidak ada komentar:
Posting Komentar