Kamis, 23 Juni 2016

Makalah Ilmu Budaya Dasar - Manusia dan Keyakinan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama adalah fitrah “ketentuan mutlak” bagi Manusia tanpa manusia agama bukan berarti apa-apa, karena Agama memang ditujukan bagi manusia. Pengertian Agama berasal dari bahasa sansekerta. Menurut pengertian umat hindu penganut mazhab siwa, kata agama yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia sebagai istilah kerohanian, berasal dari kata Gam yang berarti pergi, Gam diberi awalan “A” yang berarti Agam berarti kebalikan dari pergi yang artinya datang, dan diberi akhiran “A” menjadi agama dengan arti kedatangan.
Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya manusia, sangatlah membutuhkan agama. Dan sangatlah dibutuhkannya agama oleh manusia, tidak saja di masa primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah sedemikian maju. Dimensi Agama yang telah dikonsepsikan manusia adalah: adanya kepercayaan kepada Sang Pencipta, Adanya wahyu asli, dogma teologi, yakin tentang adanya supranatural, adanya proses evolusi.
Dalam setiap diri manusia pasti mempunyai rasa keyakinan (agama) akan suatu hal atau beberapa hal. Hal itu merupakan buah dari satu kepercayaan dalam diri individu manusia itu sendiri. Dengan adanya keyakinan, manusia akan merasa bahwa dirinya telah percaya adanya sesuatu yang akan membuat dirinya untuk mencapai tujuan tertentu. Orang hidup itu harus memiliki pegangan atau dalam arti keyakinan hidup. Tanpa memiliki keyakinan orang tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan. Ketika individu manusia mengalami hal yang di yakini sulit. Dia akan merasa bahwa tidak ada lagi cara untuk mengatasinya. Rasa itu adalah gairah manusia dalam kesulitan. Manusia akan berpikir untuk memohon bantuan kepada yang dianggapnya dan diyakini bisa membantu dalam keadaan tersebut. Dalam hal ini, manusia akan meminta pertolongan kepada yang di yakininya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dimana kita tahu jika ita telah meyakini adanya tuhan maka kita akan berpikir bahwa apapun yng terjadi didunia ini atas kehendak-Nya. Dengan kata lain jika kita memiliki keyakinan atas adanya Tuhan yang berkuasa atas diri kita dan semesta alam maka kita tidak boleh ragu akan segala ketentuan-Nya.
Apapun yang terjadi di dunia ini memang atas kehendaknya, karena jika Dia tidak berkehendak maka sesuatu itu tidak akan terjadi. Namun dalam kenyataannnya sekarang manusia sepertinya telah meragukan adanya kekuasaan sang pencipta. Terlihat dari suatu ritual yang tidak masuk  akal yaitu melakukan ritual tolak bala, dimana ritual ini bermaksud agar “penjaga” gunung merapi tidak murka terhadap penduduk ( sehingga gunung merapi tidak meletus). Ini terlihat pada kejadian Gunung merapi di Yogyakarta banyak penduduk yang merasa ketakutan dan kecemasan sehingga melakukan upacara tolak bala. Kami mengangkat kasus ini dikarenakan manusia kehilangan arah keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi keyakinan mereka, tetapi dikarenakan mereka merasa ketakutan dan kecemasan sehingga mereka menaruh keyakinan pada upacara tolak bala gunung merapi untuk terhindar dari musibah yang akan terjadi. Agar masyarakat mengetahui bagaimana yang baik dan buruk tentang keyakinan maka perlu dilakukan pembahasan yang mengkaji dasar-dasar keyakinan manusia sehingga dapat meluruskan keyakinan yang seharusnya dijalani oleh masyarakat.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT, yang diberi keturunan dan kelebihan dari makhluk lainnya.Manusia diberi kelebihan akal untuk berfikir dalam kehidupannya, pada hakikatnya akal itu dijadikan agar manusia dapat mengembangkan pola pikir untuk memilah dan memilih yang baikd antara lain benar.Dan pada dasarnya manusia diciptakan untuk beribadah kepada penciptanya yaitu Allah SWT.Dan kepercayaannya itu dimuat melalui perantara agama sebagai jebatan manusia beribadah. Melalui agama islam sebagai agama yang sempurna banyak sekali kaidah yang didapatkan manusia untuk sebagai acuan sebuah kepercayaan pada sang khalik, yang dijadikan dan diyakini agar manusia selamat dunia dan akhirat.
Salam itu dalam islam diajarkan pula tentang hubungan manusia dengan manusia dalam pola kehidupan sosial bermasyarakat yang diatur sedemikian rupa hingga manusia dapat hidup berdampingan.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis dapat merumuskan beberapa rumusan masalah antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan keyakinan dan kepercayaan?
2.      Bagaimana cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-Nya)?
3.      Apa saja faktor-faktor pembentuk kepercayaan?
4.      Mengapa keyakinan perlu diwujudkan dalam kehidupan manusia?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa tujuan penulisan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian keyakinan dan kepercayaan.
2.      Untuk mengetahui  cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya.
3.      Untuk mengetahui contoh keyakinan dalam kehidupan.
4.      Untuk mengetahui macam-macam keyakinan.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Manusia.
Menurut Narwoko, Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan. Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya. Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa sebagai wanita.
Manusia adalah mahluk yang luar biasa kompleks, dimana merupakan paduan antara mahluk material dan mahluk spiritual. Dinamika manusia tidak tinggal diam karena manusia sebagai dinamika selalu mengaktivisasikan dirinya.[1]
B.     Keyakinan.
Menurut kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia “Keyakinan” adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar -- atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru.[2]
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Keyakinan yang menjadi dasar pandangan hidup manusia adalah sebuah pemikiran yang mendasar dan mendalam terhadap suatu hal yang kemudian di anut untuk menjadi pedoman hidup mereka. Keyakinan itu sendiri berasal dari akal atau kekuasaan tuhan. Sebuah akal yang berfikir tentang pedoman yang di anut merupakan pemberian Allah yang kemudian di implementasikan di kehidupan nyata. Keyakinan / kepercayaan itu sendiri nantinya akan membentuk sebuah filsafat.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran Naturalisme, aliran Intelektualisme, dan aliran Gabungan (Naturalisme dan Intelektualisme).Aliran Naturalisme adalah hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Aliran Intelektualisme adalah dasar aliran ini adalah logika / akal.Manusia mengutamakan akal.Dengan akal manusia berpikir.Aliran Gabungan adalah dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal.kekuatan gaib Minya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan.
Contoh keyakinan, pada suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru. Jadi, Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. 
Manusia terdiri atas dimensi fisik dan non-fisik yang bersifat potensial.Dimensi non-fisik ini terdiri atas berbagai domain rohaniah yang saling berkaitan, yaitu jiwa (psyche), fikiran (ratio), dan rasa (sense). Yang dimaksud rasa di sini adalah kesadaran manusia akan kepatutan(sense of ethic), keindahan (sense of aesthetic), dan kebertuhanan (sense of theistic).
Rasa kebertuhanan (sense of theistic) adalah perasaan pada diri seseorang yang menimbulkan keyakinan akan adanya sesuatu yang Mahakuasa di luar dirinya (transendence) yang menentukan segala nasib yang ada. Perasaan ini mendorongnya pada keyakinan akan adanya Tuhan atau sesuatu yang perlu dipertuhankan yang menentukan segala gerak kehidupan di alam ini.
Keyakinan akan adanya Tuhan dicapai oleh manusia melalui tiga pendekatan, yaitu :
1.      Material experience of humanity; argumen membuktikan adanya Tuhan melalui kajian terhadap fenomena alam semesta.
2.      Inner experience of humanity, argumen membuktikan adanya Tuhan melalui kesadaran batiniah dirinya.
3.      Spiritual experience of humanity, argumen membuktikan Tuhan didasarkan pada wahyu yang diturunkan oleh Tuhan melalui utusan-Nya.
Keyakinan akan adanya Tuhan ini menimbulkan suatu kecenderungan pada manusia untuk berhubungan dengan-Nya dan kerinduan untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan-Nya. Oleh karena itu, manusia membutuhkan sarana untuk menyabarkan kecenderungan dan kerinduan ini.Dalam hal ini, agama merupakan sarana yang paling representatif untuk kepentingan ini. Dalam menyalurkan dan mengembangkan fitrah keberagamaan ini, manusia secara individual mengadopsi salah satu agama yang telah terlembagakan, baik melalui proses pewarisan orang tua atau pilihan sendiri secara sadar. Meskipun demikian, ada juga segolongan manusia yang membunuh fitrah keagamaan ini dengan menolak segala ajaran agama dan menafikan adanya Tuhan.



1.  Macam-macam Keyakinan (agama) yang Diyakini Oleh Manusia
Secara garis besar agama dibedakan menjadi dua, yaitu ;
1.      Agama Samawi atau Arrat yang kita kenal sebagai agama TUHAN, agama ini diberikan oleh tuhan kepada hamba-NYA yang disampaikan melalui sang pembawa pesan “wahyu” yang kita kenal dengan sebutan ”MALALIKAT” kepada utusannya atau yang dikatakan sebagai RASUL.
2.      Agama Kebudayaan atau Culture Religion, yaitu agama yang aturan mainnya dibuat oleh kita “manusia” melalui cipta, karya dan karsa atau budi pekerti dengan tujuan sama, yaitu pengakuan dan kepasrahan terhadap Zat yang memiliki kekuatan tunggal pengatur semesta raya ini. Dengan kata lain, agama yang dihasilkan dari prosesi hidup dan olah bathin si manusiannya dan hingga kini diturunkan secara genetis pada generasi- generasi berikutnya dan mungkin termasuk kita.
Pada dasarnya semua agama itu baik dan dengan tujuan yang baik pula, yaitu penyerahan diri atas keagungan sang tunggal sebagai radja diatas segala radja penguasa alam semesta yang menguasai semesta beserta ciptaan-Nya tanpa adanya kelemahan dalam diri-Nya.
Begitu pula tentang konsep dasar sebuah keyakinan adalah pengakuan atas sebuah Hak yang Khalik yang diyakini sebagai pencipta alam semesta ini beserta isinya lengkap dengan kita “manusia dalam batasan seorang hamba”. Dan atas hal inilah, maka terlahir suatu dogma – dogma atau doktrin – doktrin yang terlahir dan memang harus dilahirkan tentang sebuah agama yang dapat dijadikan aturan main serta landasan dalam beragama, seperti adanya hari akhir dan pembalasan, dimana pada hari itu semua manusia dikumpulkan dalam satu titik untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup. Adanya hal – hal baik yang digambarkan dengan alam kenikmatan tanpa batas atau bahkan sebaliknya, danya makna tentang teori sebab dan akibat yang dibalut dengan nama dosa dan pahala, makna sebuah kesucian dan ritualisasi yang dijalani hingga pengaplikasian tentang konsep ketuhanan.
Keterbatasan yaang dimiliki manusia yang terbelenggu dalam bentuk panca indera untuk menjangkau hal yang bersifat irrasional dan tak terdefinisikan inilah yang akhirnya harus mengakui adanya Tuhan atau adanya sebuah kekuatan ghaib serta unsur magis yang mempengaruhinya. Sebagai contoh, dahulu, jika terjadi letusan gunung, maka penduduk yang tinggal disekitar gunung menganggap gunung yang memberinya kesejahteraan sedang murka atau marah pada penduduk sekitar sehingga dilakukannya persembahan kepada gunung tersebut dengan tujuan gunung tersebut setelah dikramatkan atau disucikan akan memberi berkah kepada penduduk yang tinggan disekitarnya. Atau bahkan pada laut, pohon tua yang besar dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal tersebut dilakukan karena apa yang dialami penduduk sekita gunung memiliki keterbatasan pemikiran dan belum adanya teknologi yang memadai untuk meneliti faktor penyebab terjadinya letusan gunung tersebut. Tetapi kini dengan adanya teknologi yang canggih, maka faktor yang menyebabkan terjadinya letusan gunung dapat diteliti hingga gejala – gejala gunung tersebut akan meletus. Tetapi hal yang sudah menjadi sebuah ritualisasi yang telah dilakukan sejak lama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat kita kini. Karena dengan adanya teknologi yang canggih pun tetap tidak dapat mengidentifikasi adanya unsur ghaib yang dapat menggambarkan tentang konsep tuhan. Yah lagi – lagi karena keterbatasan yang dimilki oleh manusia atau mungkin karena Tuhan tidak ingin ada seorang pun yang dapat menebak teka – teki silang yang digulirkan pada hamba-Nya didunia ini.
Keterbatasan yang dimiliki kita “partikel kecil yang mewarnai semesta” inilah yang mendorong lahirnya sebuah keyakinan hingga kini lengkap dengan doktrin serta aturan main atas tauhidiyah, moralitas atau hubungan terhadap sesama, hukum akhir yang tak pernah kita ketahui atau mungkin dengan konsep tauhid tingkat tinggi disebut dengan keikhlasan dan kepasrahan tanpa batas. Yah itulah yang sering disebut – sebut dalam sebuah mimbar diskusi keagamaan dan ceramah umum yang diberikan.
Adanya pengakuan terhadap ke-Esa-an Tuhan dengan dasar agar memperoleh keselamatan dalam hidup, penyerahan diri atas kelemahan yang kita miliki, menjaga keseimbangan antara nafsu, ambisi melalui proses ritualisasi tersendiri serta adanya hukum sebab – akibat yang selalu didendangkan oleh para pendahulu dan orang tua kita bahkan mungkin oleh kita nanti pada anak – cucu kita secara tidak langsung kita pun telah menelurkan konsep sebuah keyakinan lengkap dengan doktrin dan dogma yang kita anut dengan tujuan agar anak – cucu kita mengikuti jejak derap langkah kaki kita dalam berkeyakinan. Tanpa adanya sebuah paksaan dan dengan keikhlasan yang terpaksa sertra tanpa adanya sebuah pertanyaan kecil yang dapat mengelitik tenlinga orang tua dari seorang anak mengapa kita harus menganut sebuah agama A atau agama B. Karena manusia memiliki nalar yang terasah secara alami tentang konsep sebuah agama da keyakinan, yaitu jika kita bertanya hal seperti itu nanti dapat membuat murka orang tua dan berdosa.
a.       Agama-Agama Besar
Di antara sekian banyak agama yang ada di permukaan bumi, ada beberapa agama yang dianggap besar karena banyak penganutnya dan ajaran-ajarannya sistematis, yaitu: Agama Kristen, Agama Katolik, Agama Islam, Agama Hindu, Agama Budha, Agama Kong Hu Chu, Agama Shinto, Agama Yahudi, Agama Zoroaster, dll. Di antara agama-agama tersebut ada yang bersifat kebangsaan (nasional) dan ada yang bersifat mendunia (mondial). Yang bersifat kebangsaan adalah agama yang identik dengan suatu bangsa atau ras tertentu dan bangsa penganutnya mengklaim bahwa agama tersebut sebagai miliknya saja, sedangkan bangsa atau ras lain tidak harus menjadi pengikut dan penganutnya, seperti Yahudi bagi bangsa Yahudi dan Hindu bagi bangsa India atau Kong Hu Chu bagi bangsa Cina, Shinto bagi orang Jepang. Sedangkan agama mondial adalah agama yang mengklaim sebagai agama untuk seluruh bangsa.Oleh karena itu, ajaran-ajarannya disebarkan kepada seluruh bangsa di dunia.Agama sejenis ini disebut agama mesianis, seperti agama Islam, agama Kristen dan Budha.
b.      Islam Sebagai Agama Fitrah
Allah berfirman dalam QS. Ar- Rum ayat 30 :


Artinya :
"Maka hadapkanlah arah hidupmu secara lurus pada ajaran agama ini (Islam).Agama yang selaras dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan padanya sejak awal penciptaan". (Ar­-Rum/30: 30).
Islam adalah sistem ajaran ketuhanan yang berasal dari Allah Swt. diturunkan kepada ummat manusia dengan wahyu melalui perantaraan Nabi Muhammad saw. Sebagai agama yang datang dari Tuhan yang menciptakan manusia sudah tentu ajaran Islam akan selaras dengan fitrah kejadian manusia. Fitrah dalam arti pembawaan asal manusia secara umum sejak kelahiran (bahkan sejak awal penciptaan) dengan segala karakteristiknya yang masih bersifat potensial atau masih berupa kekuatan tersembunyi yang masih perlu dikembangkan dan diarahkan oleh ihtiar manusia baik fitrah yang berkaitan dengan dimensi fisik atau non fisik, yaitu akal, nafsu, perasaan dan kesadaran (qalb), dan ruh.
Berbicara masalah keselarasan ajaran Islam dengan fitnah kemanusiaan tidak berarti bahwa ajaran Islam selalu mewadahi dan mengakomodasi kecenderungan-kecenderungan yang dibawa oleh sifat dari setiap unsur fitrah tersebut.Hal ini karena setiap unsur dari fitrah memiliki karakter dan kecenderungan yang berbeda (kearah yang positif, negatif atau netral).Oleh karena itu, Islam mengarahkan fitrah-fitrah ini kepada hal-hal yang konstruktif bagi kehidupan manusia, baik individual ataupun komunal tanpa membunuh potensi yang dimiliki oleh setiap jenis fitrah tersebut. Dengan arahan ajaran Islam, fitrah kemanusiaan akan membawa manusia ke arah kebaikan baik bagi dirinya atau yang lainnya, baik kebaikan personal atau kebaikan komunal.
Sebagai misal, akal sebagai instrumen untuk berfikir sangat penting dan menentukan bagi hidup manusia tetapi dalam mengembangkan kemampuan akal manusia memiliki kecenderungan malas dan kurang minat.Oleh karena itu, ajaran Islam mendorong manusia agar mau berfikir dan mengembangkan kemampuannya serta mengaktifkannya sehingga terus hidup dan terus bekerja.Meskipun demikian, akal manusia memiliki sifat liar tak terkendali.Ajaran Islam membimbing manusia ke arah mana manusia harus berfikir.
Nafsu adalah unsur pendorong gerak pada manusia sehingga manusia menjadi dinamis, tanpa nafsu hidup manusia akan statis. Tapi bersamaan dengan itu, nafsu memiliki potensi membawa manusia pada akibat buruk bagi kehidupan apabiia tidak dikendalikan.Oleh karena itu, ajaran Islam mengendalikan arah perkembangan nafsu ini tanpa membunuhnya, dan dalam batas tertentu mengeremnya agar tidak menjerumuskan manusia pada kebinasaan.
2.  Cara-cara Manusia Merealisasikan Perintah dari Keyakinannya (Pencipta-nya)
Menurut Syekh abdul wahhab asy-sya’roni terdapat empat cara-cara manusia meyakini dan merealisasikan suatu perintah dari Penciptanya sebagai berikut:
1.      Sembah Raga
Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan gerak laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan air (wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah yang merupakan perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan hidup kerohanian), orang menjalani tahap awal kehidupan bertapa,Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air, Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam. Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat dan rukun yang wajib dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman) harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak sah. Sembah raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia menghadirkan seperangkat fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.
2.      Sembah Cipta (Kalbu)
                 Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan kadang-kadang disebut sembah kalbu, Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan, harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka sembah cipta di sini mengandung arti sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah gagasan atau angan-angan.
Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran dan dosa ( suci tanpa air dengan menjaga kalbu / hati ). Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali, ada empat tingkat. Pertama, membersihkan hadats dan najis yang bersifat lahiriah. Kedua, membersihkan anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa. Ketiga, membersihkan hati dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina. Keempat, membersihkan hati nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi dan Shiddiqin…
 Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali masih menekankan bentuk lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh. Cara membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang kedua dibersihkan dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari pelanggaran dan dosa.  Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja yang selain Allah.
3.      Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma (Allah) dengan mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu, maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh. Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa henti setiap hari dan dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting, ini disebut pokok tujuan atau akhir perjalanan suluk, Inilah akhir perjalann hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada sembah raga dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan ingat/dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi. Berbeda dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi perjalanan suluk, sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan menggunakan air dan sembah yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat hawa nafsu lalu membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah ketiga menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.
 Pelaksanaan sembah jiwa ialah dengan berniat teguh di dalam hati untuk mengemaskan segenap aspek jiwa, lalu diikatnya kuat-kuat untuk diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai tanpa melepaskan apa yang telah dipegang pada saat itu. Dengan demikian triloka (alam semesta) tergulung menjadi satu. Begitu pula jagad besar dan jagad kecil digulungkan disatupadukan. Di situlah terlihat alam yang bersinar gemerlapan. Maka untuk menghadapi keadaan yang menggumkan itu, hendaklah perasaan hati dipertebal dan diperteguh jangan terpengaruh apa yang terjadi.
4.      Sembah Rasa
Sembah rasa ini berlainan dengan sembah-sembah yang sebelumnya. Ia didasarkan kepada rasa cemas. Sembah yang keempat ini ialah sembah yang dihayati dengan merasakan intisari kehidupan makhluk semesta alam, Jika sembah kalbu mengandung arti menyembah Tuhan dengan alat batin kalbu atau hati seperti disebutkan sebelumnya, sembah jiwa berarti menyembah Tuhan dengan alat batin jiwa atau ruh, maka sembah rasa berarti menyembah Tuhan dengan menggunakan alat batin inti ruh. Alat batin yang belakangan ini adalah alat batin yang paling dalam dan paling halus ( lubuk hai yang paling dalam/ inti ruh yang paling halus ).  Karena didalam diri manusia terdapat tiga buah alat batin yaitu, kalbu, jiwa/ruh dan inti jiwa/inti ruh (telengking kalbu atau wosing jiwangga) yang memperlihatkan susunan urutan kedalaman dan kehalusannya. Pelaksanaan sembah rasa itu tidak lagi memerlukan petunjuk dan bimbingan guru seperti ketiga sembah sebelumnya, tetapi harus dilakukan salik sendiri dengan kekuatan batinnya. Apabila sembah jiwa dipandang sebagai sembah pada proses pencapaian tujuan akhir perjalanan suluk (pepuntoning laku), maka sembah rasa adalah sembah yang dilakukan bukan dalam perjalanan suluk itu, melainkan sembah yang dilakukan di tempat tujuan akhir suluk. Dengan kata lain, seorang salik telah tiba di tempat yang dituju. Dan di sinilah akhir perjalanan suluknya. Untuk sampai di sini, seorang salik masih tetap dibimbing gurunya seperti telah disebut di muka. Setelah ia diantarkan sampai selamat oleh gurunya untuk memasuki pintu gerbang, tempat sembah yang keempat, maka selanjutnya ia harus mandiri melakukan sembah rasa..
Pada tingkatan ini, seorang salik dapat melaksanakan sendiri sembah rasa sesuai petunjuk-petunjuk gurunya. Pada tingkat ini ia dipandang telah memiliki kematangan rohani. Oleh karena itu, ia dipandang telah cukup ahli dalam melakukan sembah dengan mempergunakan aspek-aspek batiniahnya sendiri. Di sini, dituntut kemandirian, keberanian dan keteguhan hati seorang salik, tanpa menyandarkan kepada orang lain. Kejernihan batinlah yang menjadi modal utama.  Sembah ini sungguh sangat mendalam, tidak dapat diselami dengan kata-kata, tidak dapat pula dimintakan bimbingan guru. Oleh karena itu, seorang salik harus merampungkannya sendiri dengan segala ketenangan, kejernihan batin dan kecintaan yang mendalam untuk melebur diri di muara samudera luas tanpa tepi dan berjalan menuju kesempurnaan dan kesemuanya itu tergantung pada diri sendiri.[3]
C.    Kepercayaan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Menurut Barnes Kepercayaan adalah keyakinan bahwa seseorang akan menemukan apa yang diinginkan pada mitra pertukaran kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang ia harapkan dan suatu harapan umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau pernyataan orang lain dapat dipercaya.[4]
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution Proses seseorang untuk mencapai tahapan kepercayaan ada 5 :
1.       Mengenal.
Sebelum seseorang meyakini sesuatu pastilah ia harus mengenal apa yang ia lihat tersebut. Mengenal merupakan langkah awal dari berpandangan hidup yang baik di karenakan dengan mengenal, kita pun akan dapat membedakan suatu hal yang baik dan buruk menurut cara pandang kita sehingga kita tidak akan mengambil langkah yang salah.
2.      Mengerti
Tidak cukup hanya dengan mengenal, kita harus mengerti tentang apa yang sedang kita hadapi. Mengerti sebagai langkah lanjut dari mengenal.Mengenal di ibaratkan hanya sebagai lapisan luar sedangkan jika kita ingin mengetahui lapisan dalamnya, kita harus mengerti.
3.      Menghayati
Setelah kita mengenal dan mengerti suatu hal tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghayati.Dengan menghayati kita dapat lebih jauh mengerti.
4.      Meyakini
Langkah selanjutnya adalah meyakini.Meyakini dapat kita lakukan dengan memperdalam rasa mengenal, mengerti, serta menghayati. Dengan meyakini kita dapat dengan kuat berpegang teguh pada cara pandang yang kita yakini.
5.      Mengabdi
Langkah terakhir untuk berpandangan hidup yang baik adalah dengan megabdi.Mengabdi merupakan suatu usaha untuk menyerahkan segenap keyakinan kita untuk suatu hal yang kita yakini.Dengan mengabdi menjadikan kita lebih dekat atau bahkan menjadi satu dengan hal yang kita yakini tersebut.

1.      Jenis – Jenis Kepercayaan
Terdapat tiga jenis kepercayaan menurut Mowen, yaitu :
a.       Kepercayaan Atribut Objek
Pengetahuan tentang sebuah objek memiliki atribut khusus yang disebut kepercayaan atribut objek. Kepercayaan atribut objek menghubungkan sebuah atribut dengan objek, seperti seseorang, barang atau jasa, melalui kepercayaan atribut objek, konsumen menyatakan apa yang diketahui tentang sesuatu hal variasi atributnya.
b.      Kepercayaan Manfaat Atribut
Seseorang mencari produk dan jasa yang akan menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhannya dengan kata lain memiliki atribut yang akan memberikan manfaat yang dapat dikenal. Hubungan antara atribut dan manfaat ini menggambarkan jenis kepercayaan kedua.Kepercayaan atribut manfaat merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh atribut tertentu menghasilkan, atau memberikan manfaat tertentu.
c.       Kepercayaan Manfaat Objek
Jenis kepercayaan ketiga dibentuk dengan menghubungkan objek dan manfaatnya. Kepercayaan manfaat objek merupakan persepsi konsumen tentang seberapa jauh produk, orang atau jasa tertentu yang akan memberikan manfaat tertentu.
2.      Faktor – Faktor Pembentuk Kepercayaan
Pendekatan yang juga perlu dilakukan untuk membentuk kepercayaan dan hubungan adalah dengan mendengarkan, yang merupakan kunci membangun kepercayaan karena tiga faktor penting :
1.      Manusia lebih cenderung mempercayai seseorang yang menunjukkan rasa hormat dan apa yang dikatakannya.
2.      Manusia cenderung lebih mempercayai seseorang bila seseorang mendengarkan dan membantu masalah-masalahnya.
3.      Semakin banyak manusia memberitahu maksudnya, semakin besar rasa kepercayaannya.

D.    Perbedaan Antara Keyakinan dan Kepercayaan

Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita, kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Ketika ditanya ia menjawab “Saya memiliki keyakinan dalam dirinya.” Ini menyoroti  bahwa majikan percaya bahwa karyawan memiliki potensi dan diperlukan keterampilan ditetapkan untuk melakukan tugas tersebut. Jika dia menjawab dengan ‘Karena aku percaya padanya’, ini menunjukkan sesuatu yang lain. Saat ia menjawab dengan keyakinan kata, itu juga menunjukkan bahwa kinerja masa lalu telah mempengaruhi keputusannya. Hal ini memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi keyakinan yang dibangun di atas pengalaman.Keyakinan adalah kualitas yang sangat penting terutama dalam lingkungan kerja. Sebagai contoh, jika seorang pemimpin tidak memiliki keyakinan pada pengikutnya maka sangat tidak mungkin bahwa para pengikut akan termotivasi untuk mengikuti pemimpin. Juga, kecuali seseorang memiliki keyakinan pada orang lain, dia tidak akan menjadi sangat positif hasilnya. Hal ini akan membawa dia untuk melakukan sebagian besar tugas sendiri. Ketika seorang pemimpin tidak mendelegasikan otoritas, tetapi menempel pada tugas yang sangat tanpa memberikan orang lain kesempatan, ini mempengaruhi dinamika kelompok.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Perbedaan antara Kepercayaan dan Keyakinan.
1.      Keyakinan mengacu pada jaminan yang kita miliki pada seseorang.
2.      Kepercayaan mengacu pada keyakinan bahwa seseorang pada individu lain.
3.      Keyakinan dibangun di atas pengalaman, tapi kepercayaan tidak.
4.      Seseorang dapat memiliki dasar alasan untuk mempercayai lain. Lain seseorang secara membabi buta bisa mempercayai orang lain. Kualitas ini tidak dapat dilihat pada Keyakinan.

E.     Kebutuhan Manusia Terhadap Agama
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika, kebutuhan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kestabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kestabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya.
Kita mungkin telah dapat merasakan bagaimana pentingnya peranan yang telah dimainkan oleh agama dalam kehidupan manusia. Hal itu malah mungkin menimbulkan kekecewaan pada manusia, karena betapa sering perwujudan agama gagal. Begitu juga kita telah merasakan betapa pentingnya mutu kehidupan beragama itu bagi seluruh tradisi manusia.
Barangkali kita juga telah mengambil sikap baru terhadap agama lain yang bukan agama kita peluk sendiri. Bukan dalam arti bahwa kita menyetujui semua agama tersebut. Dalam menelaah kehidupan semua agama manusia tersebut, tidak ada hal yang mengharuskan garis batas keyakinan agama lain terlewati. Namun barangkali kita telah dapat memandang agama-agama tersebut sebagai keyakinan yang dianut oleh manusia yang hidup, yaitu orang-orang yang juga mempertanyakan berbagai masalah dasar yang juga kita pertanyakan, mereka juga mencari hidup yang lebih luhur terhadap agamanya.
Agama mengambil bagian pada saat-saat yang paling penting dan pada pengalaman hidup. Agama merayakan kelahiran, menandai pergantian jenjang masa dewasa, mengesahkan perkawinan, serta kehidupan keluarga, dan melapangkan jalan dari kehidupan kini menuju kehidupan yang akan datang. Bagi juataan manusia, agama berada dalam kehidupan mereka pada saat-saat yang paling khusus maupun pada saat-saat yang paling mengerikan. agama juga memberikan jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan kita. Adakah kekuatan tertinggi lain yang mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan kita? Bagaimanakah kehidupan dimulai? Apa arti semuanya ini? Mengapa orang menderita? Apa yang terjadi terhadap diri kita apabila kita telah mati?
Mengingat hal demikian wajarlah jika agama menjadi sangat dibutuhkan oleh manusia, karenanya ia mampu memberikan jawaban sekaligus inspirasi bagi terwujudnya kehidupan yang diinginkan manusia.
F.      Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti yang akan diuraikan di bawah ini :
1.      Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia
Agama dikatakan memberi pandangan dunia kepada manusia karena ia sentiasanya memberipenerangan kepada dunia (secara keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia.Penerangan dalam masalah ini sebenarnya sulit dicapai melalui indra manusia, melainkan sedikitpenerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahwadunia adalah ciptaan Allah SWT dan setiap manusia harus menaati Allah(s.w.t). begitu jugauntuk yang beragama lain dengan kepercayaan kepada Tuhan yg di miliki.
2.      Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia
Sebagian pertanyaan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan pertanyaan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya pertanyaan kehidupan setelah mati, tujuan hidup,soal nasib dan sebagainya. Bagi kebanyakan manusia, pertanyaan-pertanyaan ini sangat menarik dan perlu untuk menjawabnya. Maka, agama itulah fungsinya untuk menjawab persoalan-persoalan ini.
3.      Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah karena sistemagama menimbulkan keseragaman bukan saja kepercayaan yang sama, melainkan tingkah laku,pandangan dunia dan nilai yang sama.

4.      Memainkan fungsi peranan sosial
Kebanyakan agama di dunia ini menyarankan kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendirisebenarnya telah menggariskan kode etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka inidikatakan agama memainkan fungsi peranan sosial.
G.    Pentingnya Agama Dalam Kehidupan Manusia
Berikut ini adalah sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia.
1.      Karena agama sumber moral.
2.      Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
3.      Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
4.      Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun dikala duka.
Peran yang paling pertama dan utama dalam hidup dan kehidupan manusia itu tidak lain adalah agama, dengan kata lain hanya dengan agamalah manusia hidup teratur dan terkendali juga sebagai penggerak atau pendorong untuk semangat  hidup yang lebih baik didunia ini dan untuk kembali ketempat yang lebih kekal yaitu diakhirat kelak. Keimanan dan ketaqwaan terhadap ajaran agam adalah merupakan kunci dan kendali segala pemuas kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, hal itu merupakan pengawasan interen yang ada pada diri kita sedang pengawasan ekterennya adalah norma atau aturan. Kenapa hal ini perlu ditegaskan ? karena dalam diri manusia terdapat motivasi (dorongan) untuk pemuas kebutuhan dasar seperti dikatakan oleh Teori Abraham A Maslow :
1.      Kebutuhan fisik 
Misalnya kebutuhan untuk makan, minum dan bernapas. Untuk kesehatannya manusia perlu asupan makanan dengan gizi yang sehat dan seimbang, sehat menurut ilmu kesehatan bahwa makanan yang kita makan adalah makanan yang dibuat, dan disajikan dari bahan dan penyajian yang sehat. Sedangkan menurut ilmu agama bahwa makanan yang sehat itu selain yang disebutkan diatas, bahwa makanan atau minuman itu harus baik dan halal. Dasar hukum tentang makanan yang halal sebagaimana Allah berfirman dalam QS AL-Mu’minun ayat 51:



Artinya :
“ Hai para Rasul, makanlah dari (makanan) yang baik –baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS AL-Mu’minun ayat 51).
Perintah Allah kepada rasul juga merupakan perintah kepada umatnya bahwa makanan yang kita makan itu betul-betul dibuat dari bahan yang halal dan baik, baik disini berarti makanan tersebut bergizi yang dapat menimbulkan kesehatan dan keadaannya tidak menjijikan. Disamping harus halal dalam ilmu agama (islam) makanan itu harus baik artinya cara pembuatannya/prosesnya dengan cara yang baik.
2.      Kebutuhan rasa aman
Artinya bahwa manusia hidup perlu adanya pelindung sehingga terhindar dari gangguan atau ancaman darimana pun, sehingga tercipta ketenangan hidup dan keamanan dalam dirinya.
3.      Kebutuhan integrasi sosial
Sebagai manusia yang normal pasti berintegrasi dengan manusia yang lainnya baik secara lagsung maupun tidak langsung akan saling membantu dan saling membutuhkan satu sama lain jadi artinya tidak ada manusia satupun yang hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain.
4.      Kebutuhan harga diri
Manusia dalam hidupnya perlu adanya harga diri atau kebanggaan diri atau kata lain rasa ingin dihargai dilingkungannya baik dilingkungan keluaraga, masyarakat ataupun dilingkungan kerjanya.
5.      Kebutuhan untuk mengembangkan diri
Artinya bahwa manusia itu dalam hidupnya ada kebutuhan untuk berapresiasi mengembangkan bakat dan hobinya sehingga menghasilkan karya yang baik dan berguna baik untuk dirinya maupun untuk orang lain sehingga tejadi kepuasan didalam dirinya. Kembali kepada pengawasan, diatas telah disebutkan bahwa pengawasan interen yang ada pada diri kita itu adalah keiman dan ketakwaan yang diajarkan oleh agama islam.
Keimananpun bisa tipis dan bisa tebal itu tergantung usaha kita bagaimana supaya selalu dekat kepada Allah caranya dengan beribadah dan selalu mempelajari ajarannya. Setiap manusia yang normal tentunya tidak akan terlepas dari lima kebutuhan tersebut dan selalu berkaitan satu sama lain.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
Keyakinan adalah jaminan yang kita miliki di orang lain. Hal ini bisa menjadi teman kita, kolega, pengusaha dan karyawan dan lain-lain. Ini adalah keyakinan bahwa mereka dapat melakukan sesuatu atau yang lain reliabilitas yang kita miliki pada seseorang. Misalnya, delegasi sebuah proyek khusus ke salah satu karyawan dan majikan.
Kepercayaan adalah keyakinan yang kita miliki di orang lain. Bahkan mengisyaratkan bahwa orang tersebut akan percaya orang lain tanpa bukti atau pertanyaan. Kepercayaan dapat memiliki dasar pemikiran dalam beberapa kasus, tetapi di orang lain, cenderung mempercayai orang lain tanpa alasan apapun. Dalam hubungan dan persahabatan, kepercayaan diperlakukan sebagai elemen inti. Hal ini karena teman-teman atau mitra yang bersedia menerima lain tanpa pertanyaan apapun. Ketika hubungan tidak memiliki kepercayaan, menyebabkan banyak masalah.Kepercayaan tidak dapat dibangun di atas skenario masa lalu atau pengalaman; mungkin datang dari dalam diri individu.
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya yang maha kuasa tempat mereka berlindung dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi kepercayaan beragama.
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan pada kami pada khususnya. seakhir kata penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya makalah kami selanjutnya yang lebih baik.
    Daftar Pustaka
Al-Quranul dan Terjemahannya, Kementerian Agama   Republik Indonesia.
Barnes. 2003. Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana .
Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.2004 .Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.
Ratna Dwi. 2009. Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung.
Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. 2008. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya.


[1] Narwoko, J. Dwi dan Suyanto, Bagong.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana.2004, hal 34
[2] Ratna Dwi, Kamus Ensiklopedia Umum Bahasa Indonesia, PT Prakarya, Bandung, 2009, hal 120
[3] Syekh abdul wahhab asy-sya’roni. Pentingnya agama bagi kehidupan. PT ikhtiar, Surabaya, 2008, hal 206
[4] Barnes.Sosialogi; Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. 2003,hal 148

Tidak ada komentar:

Posting Komentar